Timbang Rasa

Pelayanan Kesehatan Tradisional di Indonesia


Pelayanan kesehatan tradisional telah diakui keberadaannya sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Sampai saat ini pelayanan kesehatan tradisional  terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi disertai dengan peningkatan pemanfaatannya oleh masyarakat  sebagai imbas dari  semangat untuk kembali menggunakan hal-hal  yang   bersifat  alamiah  atau dikenal dengan istilah ’back to nature’.
Dalam dunia internasional, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional juga telah mendapat perhatian dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan WHO Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Dari pertemuan WHA pada tahun 2009 disebutkan dalam salah satu resolusinya bahwa WHO mendorong negara-negara anggotanya agar mengembangkan Pelayanan Kesehatan Tradisional  di negaranya sesuai kondisi setempat.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempunyai tugas untuk melaksanakan program pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini bertujuan agar  pelayanan kesehatan tradisional dapat diselenggarakan dengan penuh tanggungjawab terhadap manfaat, keamanan dan juga mutu pelayanannya sehingga masyarakat terlindungi dalam memilih jenis pelayanan kesehatan tradisional yang sesuai  dengan kebutuhannya. Masyarakat juga perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menggunakan dan  mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional  dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan penapisan, pengawasan, dan pembinaan yang baik sehingga masyarakat  terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat informasi yang menyesatkan atau pelayanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
DASAR HUKUM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang kesehatan terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang Pelayanan Kesehatan tradisional yaitu pada pasal 1, 48, 59, 60 dan 61. Pada pasal  1 butir 16 yang disebutkan bahwa ”Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat”.  Dalam pasal 48 juga disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam pasal 59 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Pelayanan Kesehatan Tradisional Keterampilan dan Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan. Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa seluruh jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional dibina dan diawasi oleh Pemerintah, agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.  Dalam pasal 60 dan 61 disebutkan bahwa orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. 
Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan, antara lain: Jamu, Gurah, Homeopathy, Aroma Terapi, SPA terapi, dan metode lain yang menggunakan ramuan. Sedangkan yang termasuk dalam Yankestrad Keterampilan, antara lain: akupunktur, chiropraksi, pijat urut, shiatsu, patah tulang, dukun bayi, battra sunat, refleksi, akupressur, bekam, apiterapi, penata kecantikan kulit/rambut, tenaga dalam, paranormal, reiki, qigong, kebatinan, dan metode lainnya yang mengunakan keterampilan. 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL MELALUI TOGA
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat digunakan masyarakat dalam mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care), baik untuk pribadi maupun untuk keluarga melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna, khususnya di daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan.
Bila dilihat lebih jauh manfaat TOGA dalam mendukung masyarakat yang sehat secara mandiri, akan berdampak pada upaya untuk mewujudkan pencapaian tujuan MDG’s di bidang Kesehatan, yaitu Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, Menurunkan Angka Kematian Anak, Meningkatkan Kesehatan Ibu, dan Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya. 
Upaya dukungan dari Pelayanan Kesehatan Tradisional dalam mencapai tujuan MDG’s antara lain perawatan ibu setelah bersalin dengan memanfaatkan daun Katuk dan Lobak sebagi sayur dan biji jagung tua yang disangrai untuk memperlancar keluarnya ASI dalam mendukung pencapaian ASI Eksklusif. Pemanfaatan daun Kacang Panjang, daun Dadap Serep, dan  Bawang Merah untuk mengobati payudara bengkak (mastitis) dengan cara ditumbuk dan ditempelkan ke seluruh payudara, kecuali pada puting susu.  Jeruk nipis dicampur dengan kapur sirih dan minyak kayu putih juga dapat dimanfaatkan untuk perawatan perut setelah melahirkan. Dalam menjaga kesehatan anak, bisa menggunakan Temulawak dan Beras Kencur untuk menambah nafsu makan. Jika anak demam, dapat diobati dengan memanfaatkan daun Sambiloto dan Pule yang didihkan dengan air kemudian diminum, selain itu dapat memanfaatkan daun Dadap Serep dan daun Kembang Sepatu yang diremas-remas dan ditempelkan di kepala anak. Pemanfaatan pijat pada anak yang sudah ada turun temurun di Indonesia untuk memperlancar peredaran darah dan meningkatkan kebugaran pada anak. Pemanfaatan daun Jambu Biji yang masih muda dapat digunakan dalam penanggulangan diare pada Balita sedangkan untuk mengobati disentri, bisa memanfaatkan daun Sambiloto kering yang direbus atau menggunakan daun Patikan Cina yang dicampur dengan Bawang Merah dan Pulosari. Tanaman Serai dan Lavender bisa dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk. Pemanfaatan TOGA/Jamu untuk memelihara kesehatan yang berimplikasi pada peningkatan Usia harapan Hidup seperti daun Landep Segar dan Gandarusa sebagai obat pegal linu dan masih banyak hal-hal lain dari bumi Indonesia yang belum tergali pemanfaatannya untuk kesehatan. 
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL

Dalam kebijakan Kementerian Kesehatan RI, pembinaan dan pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga) pilar. Pilar pertama adalah Regulasi, adapun dukungan regulasi terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional telah dituangkan dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 yang telah disebutkan diatas, SKN tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Pengobatan Tradisional merupakan bagian sub sistem Upaya Kesehatan, Kepmenkes RI Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional dan  Kepmenkes No 1/2010 tentang Saintifikasi Jamu berbasis pelayanan. Pilar kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait dan organisasi (asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga pengobat tradisional baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Pilar ketiga adalah Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) untuk menapis metode Pelayanan Kesehatan Tradisional di masyarakat dan melakukan pembuktian melalui pengkajian, penelitian, uji klinik, baik terhadap cara maupun terhadap manfaat dan keamanannya. Pada saat ini sudah ada 11 Sentra P3T tersebar di 11 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, NTB, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara serta adanya Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) di Makassar dan Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) di Palembang. 
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga, masyarakat, Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi & Kementerian Kesehatan bersama lintas sektor terkait dan mengikut sertakan asosiasi pengobat tradisional. Sementara ini Kementerian Kesehatan telah bermitra atau bekerja dengan beberapa jenis Asosiasi Pengobat Tradisional (Battra) yang terkelompokkan sesuai dengan metodenya masing-masing. Diharapkan asosiasi Battra bisa membantu Kementrian Kesehatan dalam pembinaan pengobat di Indonesia namun harus selalu dievaluasi kemitraannya. Terdapat asosiasi Battra yang ada antara lain :
  1. Ikatan Homoeopathy Indonesia (IHI)
  2. Persatuan Akupunktur Seluruh Indonesia (PAKSI)
  3. Perhimpunan  Chiroprakasi Indonesia (Perchirindo)
  4. Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI)
  5. Persatuan Ahli Pijat Tuna Netra Indonesia (Pertapi)
  6. Asosiasi Praktisi pijat Pengobatan Indonesia (AP3I)
  7. Asosiasi Reiki Seluruh Indonesia (ARSI)
  8. Asosiasi SPA Terapis Indonesia (ASTI)
  9. Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia (ASPETRI)
  10. 10.  Ikatan Pengobat Tradisional Indonesia (IPATRI)
  11. Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia (FKPPAI)
  12. Asosiasi Therapi Tenaga Dalam Indonesia (ATTEDA)
  13. Asosiasi Bekam Indonesia (ABI)
  14. Persatuan Ahli Kecantikan Tiara Kusuma.
Selain itu untuk pengawasan pengobat tradisional, Kementerian Kesehatan juga berkerjasama dengan Kantor Imigrasi, Mabes POLRI, Kejaksaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terutama untuk pengawasan Pengobat Tradisional Asing yang datang ke Indonesia.
Setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai pengobat tradisional harus memiliki SIPT/STPT (Surat Izin/Terdaftar Pengobat Tradisional) yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Sampai saat ini, metode Pelayanan kesehatan tradisional yang telah diakui manfaat dan keamanannya oleh Indonesia adalah akupuntur. Oleh karena Untuk SIPT hanya dikeluarkan untuk Battra jenis akupuntur yang telah dilengkapi dengan sertifikat kompetensi, selain jenis akupuntur saat ini hanya mendapatkan STPT. Untuk Pengobat Tradisional Asing yang akan masuk ke Indonesia, harus memiliki rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Rekomendasi ini bisa didapatkan setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus oleh tim penilai. Pengobat tradisional asing tidak diperkenankan berpraktek langsung ke masyarakat Indonesia melainkan hanya sebagia konsultan dalam rangka transfer ilmu pengetahuan kepada pengobat tradisional Indonesia.
REORGANISASI DI KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010
Dalam rangka menjawab tantangan mengenai perkembangan pelayanan kesehatan tradisional yang sudah sangat berkembang pesat di masyarakat, Kementerian Kesehatan telah merencanakan untuk melakukan perubahan struktur organisasi dengan peningkatan dari eselon 3 menjadi setingkat eselon 2 untuk program Pelayanan Kesehatan Tradisional. Reorganisasi yang telah direncanakan yaitu penggabungan Subdit Bina Upaya Kesehatan Tradisional, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dengan Subdit Pelayanan Medik Alternatif dan Komplementer, Ditjen Pelayanan Medik menjadi Direktorat baru yaitu Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer. Perubahan ini diharapkan akan memberikan sumbangsih penanganan pelayanan kesehatan tradisional di Indonesia lebih baik dari sebelumnya.
Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan tradisional di Indonesia sangat banyak dan beragam jenisnya. Sudah saatnya kita mulai mendayagunakan sumber daya tersebut untuk kita manfaatkan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Di dunia  internasional sementara ini yang telah memanfaatkan potensi pengobatan tradisional antara lain negara cina, vietnam, korea, jepang sangat berkembang dengan pesat. Kita berharap Indonesia yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah sebagai bahan baku herbal (obat ramuan tradisional) bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin sehingga dapat bersaing dengan negara-negara tersebut. Paradigma pelayanan kesehatan tradisional saat ini sudah sangat pesat seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.  Mari kita bersama-masa mewujudkan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya bagi kesehatan serta tidak bertentangan dengan norma agama dan budaya yang ada di Indonesia. 
Sumber: http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/3133